Ini adalah kejadian yang terjadi pada hari Sabtu minggu lalu.
Hujan turun dengan deras sejak dini hari hingga sekitar pukul 1 siang, yang membuat cuaca hari ini lebih sejuk dari biasanya yang pengap karena memang mau musim panas.
Awalnya aku malas untuk keluar dari kamar. Tapi kuputuskan untuk akhirnya mandi, dan pergi ke Shinjuku untuk melihat-lihat sepatu.
Lagipula, Silvia, sepeda gunung pemberian ibu temanku, sudah lama tidak diajak jalan-jalan.
Sekitar pukul 15.30 aku akhirnya siap untuk pergi.
Kujemput Silvia di parkiran sepeda di depan asrama, dan kukayuh menuju stasiun Tobitakyu. Sambil mengayuh kutimbang-timbang di mana aku akan memarkir Silvia.
Apakah di parkiran Stasiun yang lebih dekat tapi aku harus membayar sebesar 100 Yen, atau di sebuah supermarket yang berjarak sekitar 5 menit jalan kaki hingga stasiun?
Karena aku perlu membeli pisang sepulangnya nanti, kuputuskan untuk memarkir sepeda berwarna perak (makanya namanya Silvia) itu di supermarket tersebut.
Aku masuk ke peron setelah mengisi IC Card-ku, tepat sebelum keretanya datang. Lalu aku turun di Stasiun Chofu untuk pindah ke kereta yang lebih cepat karena hanya berhenti di stasiun-stasiun utama.
Tak lama kemudian, aku pun tiba di Shinjuku.
Aku keluar dari Hiroba Gate lalu langsung menuju ke Higashi-guchi (East Exit?) dan mencari pintu B13.
Pintu ini adalah pintu favoritku karena dari pintu itu, aku akan melewati Tutu Anna, toko pakaian dalam favoritku, kemudian setelah naik ke permukaan aku bisa langsung menuju Labi, toko elektronik langgananku.
Setelah aku menarik uang di atm yang ada di Labi, aku keluar dan berjalan menuju Kabuki-cho. Tempat ini menarik karena anime kesukaanku yaitu Gintama berlatar dengan nama yang sama.
Tapi ada dosenku yang mengatakan kalau tempat ini aslinya berbahaya. Banyak yakuza or something.
Dulu aku juga pernah didekati oleh orang mencurigakan yang mengajakku untuk "berteman".
Aku pura-pura tidak mengerti bahasa Jepang dan dia akhirnya menyerah. lol
Setibanya di pintu gerbang Kabuki-cho, aku berbelok ke kiri dan melewati terowongan yang bagian atasnya adalah rel kereta. Hujan deras membuat jalanan lebih licin jadi kulambatkan langkahku.
Setelah aku melintasi bagian bawah rel itu, kuberhenti di perempatan sambil menunggu lampu untuk penyeberang jalan menjadi hijau. Aku mengingat-ingat posisi toko sepatu khusus ukuran besar yang dulu pernah ditunjukkan oleh ibu temanku.
Aku yakin aku harus menyeberang dulu, tapi aku tidak yakin apakah aku harus berbelok ke kiri atau ke kanan setelahnya. Sebelumnya, aku menuju ke toko itu dari pintu keluar yang lain yang terletak di seberang dari rel yang bagian bawahnya baru saja kulewati. Dan aku ingat saat aku menuju toko itu, terowongan yang kulewati tadi berada di sebelah kananku.
Akhirnya, kuputuskan untuk berbelok ke kanan.
Aku mulai ragu karena toko tersebut tak kunjung terlihat.
Hampir kuputuskan untuk berbalik sebelum akhirnya aku melihat tulisan, "Toko sepatu ukuran besar" dalam bahasa Jepang.
Dengan senyum merekah kutuju toko tersebut.
Aku masuk tepat setelah beberapa tamu meninggalkan toko itu. Lalu kusadari bahwa setelah tamu-tamu tadi pergi akulah satu-satunya tamu di situ. Sambil berusaha untuk melihat-lihat sepatu dengan tenang, (aku suka grogi kalau dilihatin pelayan toko waktu belanja), aku menemukan sepatu dengan model yang sama dengan yang dulu pernah dibelikan ibu temanku. Lalu aku merasa bersalah karena masih belum sempat menemui beliau setelah aku kembali lagi ke Tokyo.
Setelah melihat-lihat selama beberapa menit, kutemukan beberapa sepatu yang kusuka. Tapi harganya yang di atas 10.000 Yen membuatku berpikir ulang untuk membelinya saat itu.
Lalu aku melihat sepatu sandal yang harganya hanya 5.900 Yen!
Sayangnya harga itu belum termasuk pajak sebesar 8% jadi pada akhirnya harganya akan menjadi 6.000 Yen lebih. Tapi hal itu tidak masalah.
Itu jauh lebih murah dari sepatu sandal yang lain, yang sebenarnya lebih kece menurutku, dengan harga 14.800 Yen sebelum pajak.
Lalu kuminta pelayan toko untuk membungkuskanku sepatu sandal itu dengan kotaknya.
Kemudian, setelah memintaku untuk menunggu sejenak, sang pelayan akhirnya menyerahkanku sebuah tas kertas yang dibungkus dengan plastik.
Aku sempat tertegun, lalu menyadari bahwa plastik ini diberikan karena hujan yang turun dengan deras pagi ini. Mungkin untuk menjaga supaya tas itu tidak basah jika terkena cipratan air dari genangan air hujan?
Karena hal inilah, aku kembali terkagum-kagum dengan pelayanan di toko-toko di Jepang. Banyak yang bilang kalau toko-toko di Jepang itu over-packaging. Kadang aku juga berpikir begitu. Tapi menerima pelayanan seperti ini membuatku merasa spesial dan aku pun tak dapat berhenti tersenyum saat kembali ke stasiun.
Ini foto-fotonya.
Pingin belanja lagi. Tapi harus nabung dulu. T-T
Hujan turun dengan deras sejak dini hari hingga sekitar pukul 1 siang, yang membuat cuaca hari ini lebih sejuk dari biasanya yang pengap karena memang mau musim panas.
Awalnya aku malas untuk keluar dari kamar. Tapi kuputuskan untuk akhirnya mandi, dan pergi ke Shinjuku untuk melihat-lihat sepatu.
Lagipula, Silvia, sepeda gunung pemberian ibu temanku, sudah lama tidak diajak jalan-jalan.
Sekitar pukul 15.30 aku akhirnya siap untuk pergi.
Kujemput Silvia di parkiran sepeda di depan asrama, dan kukayuh menuju stasiun Tobitakyu. Sambil mengayuh kutimbang-timbang di mana aku akan memarkir Silvia.
Apakah di parkiran Stasiun yang lebih dekat tapi aku harus membayar sebesar 100 Yen, atau di sebuah supermarket yang berjarak sekitar 5 menit jalan kaki hingga stasiun?
Karena aku perlu membeli pisang sepulangnya nanti, kuputuskan untuk memarkir sepeda berwarna perak (makanya namanya Silvia) itu di supermarket tersebut.
Aku masuk ke peron setelah mengisi IC Card-ku, tepat sebelum keretanya datang. Lalu aku turun di Stasiun Chofu untuk pindah ke kereta yang lebih cepat karena hanya berhenti di stasiun-stasiun utama.
Tak lama kemudian, aku pun tiba di Shinjuku.
Aku keluar dari Hiroba Gate lalu langsung menuju ke Higashi-guchi (East Exit?) dan mencari pintu B13.
Pintu ini adalah pintu favoritku karena dari pintu itu, aku akan melewati Tutu Anna, toko pakaian dalam favoritku, kemudian setelah naik ke permukaan aku bisa langsung menuju Labi, toko elektronik langgananku.
Setelah aku menarik uang di atm yang ada di Labi, aku keluar dan berjalan menuju Kabuki-cho. Tempat ini menarik karena anime kesukaanku yaitu Gintama berlatar dengan nama yang sama.
Tapi ada dosenku yang mengatakan kalau tempat ini aslinya berbahaya. Banyak yakuza or something.
Dulu aku juga pernah didekati oleh orang mencurigakan yang mengajakku untuk "berteman".
Aku pura-pura tidak mengerti bahasa Jepang dan dia akhirnya menyerah. lol
Setibanya di pintu gerbang Kabuki-cho, aku berbelok ke kiri dan melewati terowongan yang bagian atasnya adalah rel kereta. Hujan deras membuat jalanan lebih licin jadi kulambatkan langkahku.
Setelah aku melintasi bagian bawah rel itu, kuberhenti di perempatan sambil menunggu lampu untuk penyeberang jalan menjadi hijau. Aku mengingat-ingat posisi toko sepatu khusus ukuran besar yang dulu pernah ditunjukkan oleh ibu temanku.
Aku yakin aku harus menyeberang dulu, tapi aku tidak yakin apakah aku harus berbelok ke kiri atau ke kanan setelahnya. Sebelumnya, aku menuju ke toko itu dari pintu keluar yang lain yang terletak di seberang dari rel yang bagian bawahnya baru saja kulewati. Dan aku ingat saat aku menuju toko itu, terowongan yang kulewati tadi berada di sebelah kananku.
Akhirnya, kuputuskan untuk berbelok ke kanan.
Aku mulai ragu karena toko tersebut tak kunjung terlihat.
Hampir kuputuskan untuk berbalik sebelum akhirnya aku melihat tulisan, "Toko sepatu ukuran besar" dalam bahasa Jepang.
Dengan senyum merekah kutuju toko tersebut.
Aku masuk tepat setelah beberapa tamu meninggalkan toko itu. Lalu kusadari bahwa setelah tamu-tamu tadi pergi akulah satu-satunya tamu di situ. Sambil berusaha untuk melihat-lihat sepatu dengan tenang, (aku suka grogi kalau dilihatin pelayan toko waktu belanja), aku menemukan sepatu dengan model yang sama dengan yang dulu pernah dibelikan ibu temanku. Lalu aku merasa bersalah karena masih belum sempat menemui beliau setelah aku kembali lagi ke Tokyo.
Setelah melihat-lihat selama beberapa menit, kutemukan beberapa sepatu yang kusuka. Tapi harganya yang di atas 10.000 Yen membuatku berpikir ulang untuk membelinya saat itu.
Lalu aku melihat sepatu sandal yang harganya hanya 5.900 Yen!
Sayangnya harga itu belum termasuk pajak sebesar 8% jadi pada akhirnya harganya akan menjadi 6.000 Yen lebih. Tapi hal itu tidak masalah.
Itu jauh lebih murah dari sepatu sandal yang lain, yang sebenarnya lebih kece menurutku, dengan harga 14.800 Yen sebelum pajak.
Lalu kuminta pelayan toko untuk membungkuskanku sepatu sandal itu dengan kotaknya.
Kemudian, setelah memintaku untuk menunggu sejenak, sang pelayan akhirnya menyerahkanku sebuah tas kertas yang dibungkus dengan plastik.
Aku sempat tertegun, lalu menyadari bahwa plastik ini diberikan karena hujan yang turun dengan deras pagi ini. Mungkin untuk menjaga supaya tas itu tidak basah jika terkena cipratan air dari genangan air hujan?
Karena hal inilah, aku kembali terkagum-kagum dengan pelayanan di toko-toko di Jepang. Banyak yang bilang kalau toko-toko di Jepang itu over-packaging. Kadang aku juga berpikir begitu. Tapi menerima pelayanan seperti ini membuatku merasa spesial dan aku pun tak dapat berhenti tersenyum saat kembali ke stasiun.
Ini foto-fotonya.
Tas kertas dengan bungkus plastiknya. Kerennya lagi, plastiknya memang dibuat untuk tas ini, jadi ukurannya pas! |
Setelah bungkus plastik dilepas dan kotak sepatu dikeluarkan. |
Sepatu sandal yang kubeli <3 |
Lucu, ga? Abaikan pergelangan kakiku yang gemuk. Hahaha. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar