Jumat, Agustus 23, 2013

Sudden encounter, keteledoranku, dan kejujuran orang Jepang

Aku bingung harus memulai dari mana..
Sebenarnya aku sudah berencana untuk ke kantor walikota Fuchu untuk mengurus proses kepulangan ke Indonesia tanggal 21 kemarin. Yah, teringat masa-masa pertama kali tiba di Tokyo. Banyak dokumen yang harus diisi. Bagian dari kehidupan di Jepang yang menurutku sangat merepotkan di balik semua kemudahan hidup di sini. Yah, paling ga, ga seribet di Indonesia sih, menurutku. 
Tapi karena pada tanggal 21 kemarin diajak Dea, mahasiswa UI yang juga sedang ryugaku (studying abroad) di TUFS, ke kebun bunga matahari, aku memutuskan untuk menundanya menjadi hari ini, tanggal 23. Aku juga ga ada uang kalau misalnya di sana ditarik biaya asuransi kesehatan yang seharusnya aku bayar sebelum bulan Juli berakhir, tapi sampai aku tiba di kantor walikota Fuchu tadi belum kubayar. :v (jangan ditiru, yaa..)
Nushani, teman ryugaku dari Srilanka, memutuskan untuk ikut denganku ke kantor walikota karena dia juga akan pulang sebentar lagi. Lalu, kami bertiga pergi ke Fuchu dengan Chuu Bus, yang berangkat pukul 13.33.
Chuu bus yang muncul tiap 30 menit sekali ini adalah bis kecil yang semua rute-nya menuju atau berangkat dari Stasiun Fuchu ke daerah-daerah pelosok kota Fuchu. Tarifnya flat 100 ¥ untuk orang dewasa maupun anak-anak, jauh maupun dekat.
Kami sepakat untuk berangkat dari asrama pukul 13.20. Namun, aku keasyikan melihat-lihat meme di facebook, terperanjat ketika menyadari sudah pukul 13.24! Padahal sebelumnya Dea, yang juga ingin ke toko 100¥di Fuchu, sudah datang ke kamarku dan mengatakan kalau dia akan menunggu kami di lounge di lantai satu asrama.
Aku pun segera bersiap-siap dan segera keluar kamar untuk menekan bel kamar Nushani, yang juga baru saja selesai bersiap-siap. Aku berencana untuk sekalian mengumpulkan berkas jadwal pulang ke Ryugakuseika (overseas student department). Ketika aku ingin menanyakan beberapa hal pada Nushani yang sudah mengumpulkan berkas itu, aku tersadar kalau berkas yang akan kukumpulkan itu belum kumasukkan ke dalam tasku. Terpakasa aku berlari kembali ke kamar untuk mengambilnya. Aku masih terengah-engah ketika Dea dan Nushani mengatakan padaku supaya kami naik Chuu Bus selanjutnya yang berangkat pukul 14.03 karena sudah tidak mungkin bagi kami untuk tiba di halte untuk naik bis yang tiba pukul 13.33. 
Nushani juga belum makan siang, jadi kami sepakat untuk bertemu lagi di kantin setelah aku ke ryugakuseika. Setelah dari ryugakuseika aku memutuskan untuk mengambil uang di atm, kemudian membeli baum kuchen favorite-ku di kopma TUFS. Aku menghubungi Dea dan bergabung dengan mereka berdua di kantin lantai satu yang saat itu sudah tutup. Kami sempat ngobrol sebentar di situ sebelum memutuskan untuk pergi ke halte bis. Kami melewati kopma lagi sebelum aku memutuskan untuk kembali dan membeli minuman. Nushani dan Dea berhenti di bagian majalah sementara aku terus masuk ke bagian minuman. Di situlah aku menyadari ada seorang gadis yang mematung memandangiku, dan akupun terpaku ketika balik melihatnya. Gadis itu adalah Ayano, mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia TUFS yang pernah ryugaku di UGM satu tahun sejak pertengahan tahun kemarin. Dia sedang bersama Tai-chan, yang juga mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia TUFS yang ryugaku di UGM juga bersama dengan Ayano. Kami bertemu sebentar di Jogja sebelum aku berangkat ke Tokyo. Senang rasanya mereka masih mengingatku. Kami keasikan ngobrol sampai akhirnya Dea memanggilku dan menunjuk ke arah jam yang ada di arah kasir kopma. Aku terperanjat ketika menyadari sudah hampir pukul 14.00 dan buru-buru pamit ke Ayano dan Tai-chan.
Hampir saja kami ketinggalan bus dua kali gara-gara keteledoranku.
Aku ingin mengambil handphone-ku untuk melihat jam ketika aku menyadari hape-ku tidak berada di dalam tasku. Aku mengobrak-abrik isi tasku dibantu Nushani dan Dea. Kemudian kami harus menelan kenyataan pahit (aihh..) bahwa aku berbuat teledor lagi dengan menjatuhkan hape dan mp3 player-ku. Itu kesimpulanku. Nushani berusaha menelepon hape-ku beberapa kali dengan harapan pemungut hape-ku akan menjawabnya. Namun, hasilnya nihil. Kami memutuskan untuk menuju ke kantor walikota dulu, karena sudah terlanjur naik bis dan hampir sampai di tujuan, baru mencari hape dan mp3 player-ku di kampus. Aku yakin aku menjatuhkannya di lingkungan kampus karena aku ingat aku mengecek hape-ku di kantin tadi.
Untuk cerita di kantor walikota dan toko 100 ¥ di Fuchu, karena tidak begitu penting (mungkin), ku singkat aja, ya.. Cuma ngisi beberapa dokumen, bayar uang asuransi yang belum kubayar, lalu menuju toko 100 ¥ dan pulang saja sih.. :v
Ntah kenapa aku sebenarnya tidak begitu khawatir dengan hilangnya hape-ku. Padahal bisa dibilang aku orang yang sudah keracunan hape sampai-sampai tiap dua menit pasti memeriksa hape (jika tidak sedang di depan layar laptop-ku, tentunya :v). Mungkin karena Nushani dan Dea yang terus menghiburku dengan mengatakan hape-ku pasti akan ketemu. Seperti sebelumnya ketika aku menjatuhkan kunci kamarku beserta card holder yang berisi kartu mahasiswa, KTP untuk di Jepang, kartu pasmo (IC Card untuk naik kereta, bis dll, dengan kata lain, electric money gitu deh..) dan kartu member karaoke Utaundamura (ngiklan dikit.. :p)
Saat itu aku yakin aku menjatuhkan kunci yang dipasang bersama card holder itu di ryugakuseika, ketika aku sedang mendaftar untuk program wisata Kyoto-Nara. Aku bolak-balik dari ryugakuseika, kopma dan kantin (rute yang kulewati setelah mendaftar program wisata tadi) sekitar dua-tiga kali. Saat itu Ardha, yang sedang main ke Tokyo untuk menonton Gintama Matsuri 2013, dan Dea mencoba menghiburku dengan mengatakan mungkin aku melupakan kuncinya di kamarku, atau meninggalkannya terpasang di pintu kamarku ketika berangkat dari kamar dengan terburu-buru. Lalu setelah menyelesaikan makan siangku, kami kembali ke asrama dan mendapati bahwa kamarku terkunci dan tidak ada tanda-tanda kunci terjatuh di sekitar situ. Aku kembali dan menanyakan ke orang di kopma, yang kemudian menyarankanku untuk bertanya ke gyoumuka (kalau bahasa Inggris mungkin jadi business department kali ya?) atau ke bagian keamanan. Aku langsung menuju gyoumuka terletak sejajar dengan ryugakuseika. Aku melihat satu rak berisi barang-barang yang temuan tapi kunciku tidak ada di sana. Aku pun bernapas lega setelah bertanya pada petugas di gyoumuka dan tahu kunci dan card holder-ku ada di sana.
Mungkin ini jugalah yang membuatku tidak begitu khawatir dengan hilangnya hape-ku. Dan benar, ketika aku kembali ke kampus dan menuju gyoumuka, aku melihat hape dan mp3 player-ku ada di dalam rak itu. Ternyata, aku juga menjatuhkan Kartu Tanda Curling Master yang kuterima dari Nushani dan sticker VS Arashi yang kudapatkan setelah bermain Dual Curling di booth VS Arashi di event Fuji TV di Odaiba kemarin!
Ternyata aku memang menjatuhkannya ketika berlari mengejar Nushani dan Dea karena menuju ke halte bus duluan. 
Asyik ya, kalau di Indonesia bisa seperti di sini. Aku ga sabar ingin pulang karena memang sudah kangen dengan keluarga dan sahabat-sahabatku di sana, tapi hal-hal seperti kepraktisan dan kejujuran di dalam kehidupan orang Jepang seperti inilah yang mungkin akan membuatku kangen masa-masa ryugaku di sini. Aku tahu aku plin-plan, aku kangen rumah tapi aku masih ingin ryugaku.. hahaha...
Sebenarnya cerita tentang hilangnya hape-ku ini yang ingin kuceritakan. Tapi cerita tentang ketidak-sengajaan bertemu Ayano dan Tai-chan, dan hampir ketinggalan bus juga hal yang asik untuk ditulis, kan..?
A, aku lupa kalau dapet artikel untuk diterjemahin sebelum tanggal 27. Masih ada waktu. Aku mau baca novel dulu, deh. Lagi keranjingan baca The Help, karangan Kathryn Stockett, yang kudapat dari tanteku tahun lalu waktu aku main ke Nagoya. (baru mulai bener-bener dibaca sekarang.. :v)
Hyaaaooo~

Tidak ada komentar: