Minggu, Juni 02, 2013

Aku, Adzan dan Ramadhan

Sudah masuk bulan ke-9 semenjak aku menginjakkan kaki di Tokyo.
Aku benar-benar sudah terbiasa dengan pola hidup di sini sampai-sampai lupa waktu.
Kalau sedang sibuk biasanya aku ga sadar, tapi begitu masuk ke waktu senggang, aku jadi menyadari betapa aku merindukan papa-mama-ku, adik-adikku, pakdhe, budhe, tante, om, eyang dan para sepupuku.
Aku merindukan suara-suara berisik di sekitarku. Suara-suara yang dulu sering kuumpat dalam hati karena mengganggu konsentrasi-ku. Suara-suara berisik yang terkadang dihasilkan oleh dua orang saja.
Di sini, orang-orang berkumpul sebanyak apapun, semuanya tenang, tak bersuara. Ke Shibuya yang penuh dengan anak muda pun, yang terdengar adalah suara-suara BGM dari mall, atau orang-orang yang menawarkan sesuatu. Saat perjalanan pulang dari baito, di kereta yang penuh dengan salaryman yang baru pulang dari kantor pun, semuanya sibuk dengan handphone, bacaan, atau tidur walaupun sedang berdiri.
Dan yang paling kurindukan adalah suara adzan.
Ya, adzan.
Biarpun shalatku jadi sering bolong semenjak di sini, setiap habis shalat aku pasti merasa ada sesuatu yang kurang. Saat akan shalat maghrib, aku merindukan adanya suara panggilan untuk beribadah di saat matahari perlahan menghilang. 
Aku merasa ada yang kurang jika hanya mengecek internet untuk mengetahui jadwal shalat karena ternyata aku lebih suka mendengar suara adzan untuk mengingatkanku mengenai waktu shalat.
Aku bisa saja mendengarkannya melalui internet sebelum shalat, tapi ntah kenapa ada yang kurang.
Bahkan aku yang tidak religius ini saja bisa merasa seperti ini. Bagaimana dengan mereka yang lebih taat dalam urusan kepada Yang Di Atas?
Yang lebih berat adalah sebentar lagi bulan puasa. Adzan maghrib paling ditunggu karena menandakan berakhirnya waktu puasa. Biarpun itu bukan alasan yang religius, tapi tetap saja di bulan puasa ini setiap muslim yang berpuasa akan sangat mengharapkan adzan maghrib segera terdengar menjelang saat berbuka.
Aku juga ga bisa membayangkan bagaiman rasanya berbuka tanpa diiringi suara adzan yang bersahut-sahutan, dan suara anak-anak yang berisik memanggil teman-temannya untuk beribadah tarawih bersama di masjid.
Waktu sahur juga akan berbeda tanpa suara peringatan dari masjid tentang waktu imsak dan subuh yang menjadi dua kali lebih berat dari biasanya.
Harus kuakui aku masih benci dengan suasana di Indonesia saat Ramadhan,  saat semua orang mendadak menjadi lebih religius dari biasanya, saat setiap orang menjadi hapal dengan isi kitab suci, dan saling memperdebatkan siapa yang lebih menguasai tentang itu.
Tapi, rasa benci itu memang memiliki perbedaan setipis kertas dengan rasa cinta. Karena kedua perasaan ini adalah perasaan khusus seseorang terhadap sesuatu.
Yah, tapi Ramadhan tahun ini akan menjadi satu pengalaman yang baru. Dengan waktu puasa yang lebih panjang karena bertepatan dengan musim panas, tanpa keluarga atau teman sekamar yang membangunkan untuk sahur Mungkin Ramadhan tahun ini akan lebih banyak bolongnya. Karena aku terlambat bangun sahur, atau karena aku sengaja tidak sahur karena tidak nafsu makan di dini hari, atau karena imanku yang lemah sehingga aku sengaja menyerah di tengah jalan.
Yah, itu masalah nanti. Sekarang, aku sedang ingin mendengarkan suara adzan!

Tidak ada komentar: